Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

Esai

 TEKNIK MENULIS PUISI BERDASARKAN OBJEK Muklis Puna Menulis puisi berdasarkan objek merupakan  salah satu teknik menulis yang sangat mudah dilakukan oleh pemula.  Sebagai makhluk bumi tentunya setiap hari penulis dapat membidik objek - objek yang menarik.  Objek yang dimaksud bisa apa saja,  hal apa saja atau bahkan suasana apa saja.  Konteks objek dalam penulisan puisi tidak dipagari oleh makna leksikal yang ada dalam tata bahasa tradisional.  Namun kajian objek di sini adalah bersifat empiris ( bisa diinderawi)  Penulis yang sudah handal,  jika Ia mau merujuk pada objek,  maka hampir setiap saat dia bisa menghasilkan puisi.  Tentunya faktor psikologis,  psiologis dan kesehatan menjadi faktor pendukung dalam menulis.  Hal ini tidak hanya berlaku pada teknik menulis puisi berdasarkan objek.  Bagi pengajar,  guru,  instruktur atau penulis pemula tentunya dapat menggunakan teknik ini  dan diturunkan kepada peserta didik atau bekal awal bagi pemula.  Adapun langkah- langkah yang dibutuhka

Esai

  PUDARNYA PESONA SASTRA MASA KINI Muklis Puna Sastra merupakan sebuah disiplin ilmu tertua di dunia setelah ilmu filsafat. Menurut Endraswara (2003: 89) karya sastra cenderung memantulkan keadaan masyarakat mau tidak mau akan menjadi solusi zaman. Dalam kaitan ini, sebenarnya pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara pengarang dengan pembacanya Zaman dahulu orang -orang yang menguasai sastra mendapat kedudukan lebih di lingkungan kerajaan.  Mereka kebanyakan dijadikan sebagai penasehat para raja pada suatu kurun waktu tertentu.  Penggunaan ahli sastra pada zaman dulu bukan kebetulan belaka,  namun jasa mereka digunakan karena dipengaruhi oleh budaya berbahasa yang begitu santun dan tidak menohok pada satu permasalahan yang disampaikan.  Keunikan dan kemolekan berbahasa dicampur majas dan gaya bahasa serta diksi yang menarik membuat mereka lebih punya nilai jual yang lebih dibanding ahli lain pada waktu itu.   Di Indonesia yang

Esai

 APA DAN BAGAIMANA TEMA  PUISI Muklis Puna    Tema merupakan  gagasan pokok sebagai dasar penulisan sebuah karya . Gagasan pokok tersebut begitu kuat dalam jiwa penyairnya. Pengungkapan gagasan pokok tersebut menjadi landasan awal memahami isi karyanya. Memahami tema berarti pembaca telah memahami isi dari   karya sastra yang diciptakan penyair. Menurut Siswanto (2008:124) gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau yang terdapat dalam puisi disebut tema. Dengan bahasa sederhana tema merupakan rancangan buam yang dijadikan    acuan dasar dalam pengembangan puisi. Sedangkan menurut Nurgiantoro (2002:71)  tema dapat dipandang sebagai dasar cerita atau ide. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh penyair untuk digunakan dalam mengembangkan puisi.   Selanjutnya  tema merupakan ide, gagasan pokok atau acuan penyair dalam menentukan alur puisi,  baik yang terdapat dalam puisi maupun prosa.  Melalui  tema  itulah pembaca  membayangkan makna setiap

Esai

 Kajian Semiotika dalam Puisi " IBU" Karya Hening Oleh Muklis Puna  "Bahasa Adalah Tanda, sedangkan Makna Adalah Penanda" Sengaja tidak disebutkan nama pemilik kutipan di atas,  dikarenakan  petuah tesebut sudah menjadi milik umum dalam kajian semantik.  Perlu dipahami sebagai pengetahuan awal ( skemata),   bahwa tanda yang disasar dalam ilmu semantik adalah lambang bunyi atau dalam wujud yang utuh sering disebut dengan bahasa.  Kemudian penanda sering dikaitkan dengan makna yang ditimbulkan oleh kumparan bahasa yang digunakan penyair.   Secara etimologi,  semantik berasal dari bahasa Yunani ( Semainein)  yang berarti makna.  Lebih lanjut makna itu sendiri  merupakan sebuah konsep, namun makna mempunyai ruang lingkup yang luas tergantung pada bidang mana digunakan.  Selanjutnya,  istilah semantik dalam bahasa Inggris semantics berasal dari bahasa yunani sema yang berarti tanda atau lambang. Tanda atau lambang yang dimaksud dalam istilah itu ialah tanda atau lambang

Artikel

 Pemberontakan  Jiwa  dalam  Puisi "Aku dan Kematian" Karya  Mimi Marvil  Sebuah  Kajian  Psikologi  Sastra  Oleh:  Muklis Puna  Lama nian anganku  terpendam  untuk  membongkar  sebuah  isyarat yang  disembunyikan  di balik  sebongkah puisi.  Saat  ini  kucoba beranikan  diri  untuk  menyelami  seberapa  dalam  jiwa  sesorang  penyair,   jika  mengungkapkan  sebuah  kematian  yang  akan  dihadapi.  Ketika  tulisan  ini  membusur  dari  jari- jemari,   penulis  sudah  berusaha  mengenal  sang  penyair  lebih  dekat  lewat  tanda - tanda  yang  disematkan  dalam puisi  ulasan.  Mimi  Marvil adalah salah  seorang  penyair  perempuan yang  eksis  du dunia maya.  Hubungan  koresponden dengan  penuli sempat  timbul  dan  tenggelam  di dunia  maya.  Dari  banyak  puisi  yang  ditulis  hampir  semua  mendap apresiasi  yang  luar biasa  dari  pengamat  dunia  maya.   Dari  sekian  banyak  puisi  yang  ditulis,   baru  saat  ini  penulis  sempat  menyusur  dan berselancar  dalam  Puisi

Artikel Sastra

 TEKNIK MENULIS PUISI BERDASARKAN OBJEK Muklis Puna Menulis puisi berdasarkan objek merupakan  salah satu teknik menulis yang sangat mudah dilakukan oleh pemula.  Sebagai makhluk bumi tentunya setiap hari penulis dapat membidik objek - objek yang menarik.  Objek yang dimaksud bisa apa saja,  hal apa saja atau bahkan suasana apa saja.  Konteks objek dalam penulisan puisi tidak dipagari oleh makna leksikal yang ada dalam tata bahasa tradisional.  Namun kajian objek di sini adalah bersifat empiris ( bisa diinderawi)  Penulis yang sudah handal,  jika Ia mau merujuk pada objek,  maka hampir setiap saat dia bisa menghasilkan puisi.  Tentunya faktor psikologis,  psiologis dan kesehatan menjadi faktor pendukung dalam menulis.  Hal ini tidak hanya berlaku pada teknik menulis puisi berdasarkan objek.  Bagi pengajar,  guru,  instruktur atau penulis pemula tentunya dapat menggunakan teknik ini  dan diturunkan kepada peserta didik atau bekal awal bagi pemula.  Adapun langkah- langkah yang dibutuhka

Artikel Sastra

 WS.  RENDRA,  SOSOK  INSPIRATIF DALAM MENULIS PUISI Muklis Puna Siapa sih yang tak kenal sosok WS  Rendra dalam kancah sastra  Indonesia.  Jika berbicara  tentang sastra Indonesia,  berarti hampir dua puluh persen dari pembicaraan berisi tentang kepiawaan dan kehebatannya dalam meracik kata/diksi menjadi sebuah puisi.  Pernyair yang bernama asli Surendra Broto Rendra lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935. Ia adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Sejak muda, dia menulis puisi, cerpen, scenario drama, dan esai sastra di berbagai media massa. Ia kerap dijuluki  “Burung Merak” karena sifatnya yang mirip dengan burung merak jantan yang suka pamer akan bulu indahnya. Namun, ia juga dikenal dengan sosok yang sangat jenaka dan baik hari serta suka membantu orang yang mengalami kesusahan.   Selanjutnya untuk dapat  meniru gaya penulis terkenal ini,  adakala baiknya pembaca memahami dulu tentang ciri dan keunikan yang dimiliki oleh puisi WS Rendra.  Adapun ciri tersebut adalah: 1. Gaya

Esai Sastra

 Catatan kecil  untuk Chendana Biru dalam Puisi " Sekali Lagi" Muklis Puna Penyair perempuan dengan nama pena Chendana Biru adalah salah satu  penyair perempuan  yang aktif di media sosial. Penulis mengenal nama ini lewat pertemanan  di akun FB.  Penyair ini memiliki bahasa puisi yang menguras adrenalin intuk memahaminya.  Secara kasat mata bahasa yang digunakaan memang memiliki sublimitas yang tingggi. Secara lambang bahasa, kelihatan transpran namun pertautan yang digunakan,  pembaca harus berkening kerut memahami isi dari puisi ini.   Misalnya dalam puisi "Sekli lagi' /aku hanya singgah sebentar, di tengah jalan berkabut, /menyapu kaca mobil, mengintip matahari di ujung bukit./ Coba perhatikan larik yang sudah dikutip di atas,  pembaca  jangan berpikir  bahwa larik itu hanya untaian kalimat biasa, akan tetapi menurut penulis itu tak biasa.  Memulai sebuah puisi dengan  larik yang sederhana, sesungguhnya penyair sedang mengundang pembaca untuk menghadiri dan menikm

Opini

PENGHAPUSAN UN TEROBOSAN ATAU KEGAGALAN  DALAM DUNIA PENDIDIKAN Muklis Puna "Pendidikan Itu Menyalakan Bara Api,  Bukan Mengisi Bejana" Sudah menjadi tradisi pendidikan di negeri ini,  jika terjadi pergantian menteri,  maka kebijakan terhadap kehidupan pendidikan negeri juga tergantikan.  Entah pola pendidikan yang belum sistematis, entah juga ada kepentingan finansial di baliik hal tersebut.  Negeri ini sepertinya masih dianggap sebagai laboratorium yang menjanjikan.  Sebuah kebiasaan yang membumi dalam kancah birokasi pendidikan indonesia,  bahwa setiap pergantian menteri selalu saja dikuti dengan kebijakan baru.  Ada saja kebijakan lama yang harus ditukar dan dibongkar sesuai dengan pelaku pendidikan yang menjabat.  Hal seperti ini sudah terasa jengah di tengah kehidupan masyarakat pendidikan hari ini.  Penulis hanya menyampaikan suara- suara sumbang yang beredar di tengah suasana pendidikan yang seolah selalu membuat kontroversi.   Tidak hanya itu,  di tengah kegamangan p

Puisi Perjuangan

Gambar
KEPADA SERDADU  LUSUH Muklis Puna Kutulis sajak ini ketika  seragam kusammu menguap mesiu Barisan kisah berjejer di khatulistiwa, alur cerita penuh terjal bercadas Matahari menyalak di sanubarimu, berjibaku dengan waktu demi idealisme mengeram  dalam dada Kau usung angan dalam pangkuan menuju masa dalam pusara jiwa Deretan bukit barisan saksi bisu  kepiluanmu Pada pinggang -pinggang malam kau merebah dalam duka Potongan jiwa kau sandarkan pada bulan  di kubangan malam Kutulis sajak ini ketika angin gunung berganti haluan  Mengipas kabut, doyong berderak derak Engkau berjingrak -jingkrak pada pagi di bulan Mei Ransel kumuh, perisai hidup, peluru  rindu mengirim pesan pada belahan jiwa Kutulis sajak ini ketika.kota makin gempita di malam buta Orang orang mulai mengusir takut, mengupas kekalutan Siang tak lagi bergantung  matahari Malam.tak jua berpedoman bulan Hari-hari semakin garang, para serdadu pulang ke.kandang, Kau tak.lagi meradang Kutulis sajak ini ketika derita menukar cerita Bu

Renungan

Gambar
 SENJA DI BATANG USIA Muklis Puna Ada senja merapat pada jadad kelelahan Ia merambat menuruni batang usia Daun -daun kehidupan hampir lepas dari perekat Matahari diundang malam menuju peraduan Ia mendengkur selama bulan mengambil peran  Ada senja menempel pada aliran napas Kadang tersenggal menuju puncak  masa Malam mulai tampak pada rasi bintng timur Terlalu cepat ia merambat,  Aku belum berbenah Noda  masih merekat pada jiwa Ruang maya menculik rasa Aku digiring ke lembah Senja memang sudah menuruni bukit Burung pelintang menggaris langit Redup membungkus bumi Sayap- sayup desiran angin bernyanyi Berbisik tentang masa  Tentang waktu yang tergulung Tentang dada yang kerontang Tentang rasa yang terbuang Tentang cita yng menggantung Senja memang tak pilih tempat Senja memang tak kenal jasad Aku tak bisa mengendap Karena jiwa memang ada tuan-Nya Lhokseumawe,  27 Februari 2018

Renungan Tsunami

Gambar
 KETIKA LAMPUUK DALAM DIAM Muklis Puna Biru menderu mengelus  landainya pantai Sepagi ini kamu kesepian,  Angin lumpuh, mentari lembut membelai raga Cemara terpasak kaku dalam lumpur pasir Lampuuk...  Indah  dalam diam Jadi temann pelipur lara Semburat ombak bersahaja Satu dua nelayan bercanda dengan buih Mencari sesuap nasi yang mrengapung di antara karang Enambelas tahun berselang Engkau garang dan seram Tubuhmu menggigil dan  mual Muntah darah menyeruak ke mana saja Bersimbah ke daratan,  meluap dan melahap  rumah,  gubug dan gedung Mayat mayat berserakan bertelanjang  di selokan duka Auman mu dahsyat membahana,  dunia terperajat Lampuuk...  Sepagi ini aku sudah berada di terasmu Ketika angin masih mendengkur Bulan belum memompa pasang  Batu karang  sepi dari amukan badai Dalam diam engkau begitu indah Pasir putih terhampar bagai tikar bersulam perak Ketika bibir  pantai  dilumuri ombak  Aku menunduk Mengulang kisah  Bahwa kau pernah murka dalam semasa Lampuuk...  Diammu adalah suka

Puisi Pendidikan

Gambar
 POTRET SEORANG GURU Muklis Puna Jam lima lewat lima belas derajat Alarm menjerit,  tubuhnya gemetar   Suaranya menampar malam berulang- ulang Di sebuah kamar  Diantara pagi dijemput matahari Diantara rombongan malaikat balik haluan Diantara malam enggan menutup mata Seorang guru muda idealis beranjak dari lelap Dari mimpi membangun kaki - kaki negeri Mengusir kebodohan yang bersemayam di sela- sela pelangi Dia  tabu dan kaku,  hanya kenal dengan hukum baku Adalah ilmu kampus nan ilmiah jadi andalan  Dia berpikir semua konsep harus sesuai rencana Dia tak tahu bahwa budak pendidikan adalah permen,  Timbul tenggelam di ruang kelas Seperti  kuda beban disematkan kaca mata hijau Lalu merumput di lahan kering Dalam hitungan bulan ia bertukar tempat Diseret ke dalam siklus membuang  ego Kutempekan kuping di dadanya Ada gemuruh seperti tambur ditabuh hujan Petir dan guntur mengaduk kecewa,   Jiwa tak setakat dengan kata,   pembangunan pendidikan hanya kamuflase Orang- orang mengunyah kertas d

Puisi Harapan

Gambar
 AKU INGIN SEPERTI MU Muklis Puna Ku ingin sepertimu,  Berjalan di udara  meskipun terbakar Mengayuh angin  tanpa beban mendera Melayang bersama,  berdiri di ranting  matahari Hujan bukan halang merintang,  Karena perisai mengkilap  tak  luput  digigit kaki hujan  Berjuta  kepak sayap kau bentang Kau tak mengeluh rematik,  asam urat dan diabetes Di atas badai engkau menari,  namun tak pernah kehilangan pnggung Kaki - kaki mungil kau gosok pada pucuk dan daun Luput dari musim - musim politik Mungkin itu yang membuatmu tak pernah korupsi Karena biaya politik harus diganti dengan upeti Seantero jagad kususur,  istanamu tak jua dapat Beda sekali dengan politisii,  pejabat tinghi di negeri kami Rumah mewah gefung bertingkat,  kuda besi merek eropa pulas di setiap teras Jemari mungil bergerak ke sana sini Gigimu kau sikat dari racun yang terpapar Karena polusi makin menggila Akibat lahan yang dibkaar oleh tangan jahil Di bawah lapisan matahari  Engkau menari menyayi kisah Adalah cerita alam

Puisi

Gambar
 CENDAWAN PERADABAN Muklis Puna Kini, kecemasan adalah penguasa  jiwa Puisi -puisi sesat mengerebungi pikiran Orang- orang mengusung ketakutan Keranda kematian  dalam pangkuan Tuhan mulai dijauhkan, Keyakinan tercerabut dari bathin Di sana... di lembah- lembah dosa Pesta syetan dan iblis gegap- gempita Puisi - puisi diatur sedemikian jarak Bait - bait disungsangkan, larik demi larik diganti  haluan Propaganda menebar menyulut api pikiran  Ada curiga yang dibangun di atas pondasi rapuh Ohh peradaban akhir. zaman Budak - budak telah melahirkan tuan Logika merajalela, keyakinan tergusur Ohh peradaban akhir zaman Cendawan teknologi Mencipta langit kotak- kotak Menggiring bentuk bumi Malam malam ramai kau usir  Bumi demam tinggi, orang orang kesepian adalah kehangatan sesama sirna dalam  ketakutan Orang - orang dikurung dan berkabung Kantor , sekolah, swalayan, rumah ibadah beku Udara terbakar dan terpapar,  Propaganda melanglang buana  Ohh cendawan peradaban... Lhokseumawe,24 Maret 2020

Buku Referensi Menulis Puisi

Gambar
 Alhamdulilah Rampung!  Buku  ini ditulis  berdasarkan pengalaman penulis  selama  10 tahun lebih bergelut  dengan  puisi,  baik  berhubungan  dengan  teori,  aplikasi dan  praktik menulis  puisi .  Dalam buku  ini penulis  juga  membongkar secara  terang - terangan  bagaimana menulis puisi  berdasarkan  teknik dan  gaya  penyair  nasional.  Selain  itu,   buku  ini  juga  mengupas  berbagai  pendekatan dalam memahami sebuah  puisi. Di samping itu,  buku  ini  juga  dilengkapi  dengan  teori - teori  dasar  dalam  memahami dan  menulis  puisi.   Disajikan dalam  ranah  bahasa  santai,  bersahaja dan  mudah  dipahami.  Buku  sangat  cocok  untuk  Dosen,  Guru,  Mahasiswa  dan  umum  yang  ingin  mendalami  puisi  secara  konprehensif.

Artikel

Gambar
 Menulis Puisi Gaya Taufik Ismail Muklis Puna Taufiq Ismail adalah  sastrawan senior  di belantara sastra Indonesia.  Beliau dibesarkan di Pekalongan dalam keluarga guru dan wartawan. Karena pengaruh lingkungan, profesi sebagai guru dan wartawan itu  pun juga pernah dilakoninya.  Taufiq dilahirkan di Bukittinggi dan menghabiskan masa SD di Yogyakarta, kemudian masa SMP kembali ke Bukittingi. Setelah itu ia melanjutkan SMA di Bogor, dan dengan pilihan sendiri Taufiq  Ismail memilih jurusan kedokteran hewan di bangku kuliah karena ia ingin memiliki bisnis peternakan untuk menafkahi cita-cita kesusastraannya. Meskipun berhasil menamatkan kuliahnya, akan tetapi Taufiq gagal untuk memiliki sebuah usaha ternak yang pernah ia rencanakan. Pendidikan singkat lain yang Taufiq tempuh adalah American Field Service International School, International Writing Program di University of Iowa, dan di Faculty of Languange and Literature, Mesir. ( google)  Ciri Khas Puisi Taufik Ismail 1) Kritik Sosial  

Renungan

Gambar
 Dunia dalam Nuansa Rasa  Muklis Puna Sudah lama sekali kau mengekor matahari Tiang- tiang penyangga lapuk  dikunyah waktu Sekian tanda,  kau akan berakhir  mulai tersibak Goncangan demi goncangan adalah bukti Kau semakin tua Banjir- banjir  melintang pukang,  Menggulung  segala congkak dan keangkuhan Badai badai menyapu  kesombongan Apakah Kau ingin berbenah?  Di mana mana lautan berkumur- kumur Lalu meludah  kotoran hitam  Melumat segala keserakahan  Membesihkan bumi  dari gelimangan dosa Yang berlumut,   menempel di pohon besi dan keramain noda  Apakah kau benar ingin berbenah?  Kulihat tanda  tertulis pada angin  berputar tak searah Kulihat hujan semakin cepat menjahit bumi Kulihat  sungai meluap dengan semangat,  mencuci tanah - tanah dari darah tak berdosa Kulihat wabah bagai gurita melilit mangsa  Muncul seketika merampas nyawa dalam dua pekan Bergerak bagai bola salju,  keliling meneroka dunia Orang - orang sibuk mengusut penangkal Keyakinan digadai dengan maya Jarak jadi tujua

Puisi Renungan

Gambar
  SENJA DI BATANG USIA Muklis Puna Ada senja merapat pada jadad kelelahan Ia merambat menuruni batang usia Daun -daun kehidupan hampir lepas dari perekat Matahari diundang malam menuju peraduan Ia mendengkur selama bulan mengambil peran  Ada senja menempel pada aliran napas Kadang tersenggal menuju puncak  masa Malam mulai tampak pada rasi bintng timur Terlalu cepat ia merambat,  Aku belum berbenah Noda  masih merekat pada jiwa Ruang maya menculik rasa Aku digiring ke lembah Senja memang sudah menuruni bukit Burung pelintang menggaris langit Redup membungkus bumi Sayap- sayup desiran angin bernyanyi Berbisik tentang masa  Tentang waktu yang tergulung Tentang dada yang kerontang Tentang rasa yang terbuang Tentang cita yng menggantung Senja memang tak pilih tempat Senja memang tak kenal jasad Aku tak bisa mengendap Karena jiwa memang ada tuan-Nya Lhokseumawe,  27 Februari 2018

Puisi Untuk Negeri

Gambar
KERETA HARAPAN MERANGKAK DI KHATULISTIWA Muklis Puna Kereta negeri merangkak di atas khatulistiwa Entah ke mana besi ular itu menjalar Lima riibu seratus kilometer jarak tempuh dilewati   Mengular di atas bidak dunia Dua ratus juta lebih pemburu asa, bersemedi dalam lambung berkarat Kereta harapan tertatih  di garis khatulistiwa Peron -peron menjerit menampar telinga  Logam tua masa kompeni,  pipih disetrika matahari Buku pedoman edisi  sembilan belas kosong-kosong kusam dihela masa Sejak aku  ingusan, Raungan kereta  merontokkan nyali dunia Seribu satu cara  digalang lawan Keretaku gagah merejam malam Seribu kuda tak mampu menikung belokan Kini...  bisu membeku bagai  besi renta penumpang mengemis dalam gerbong kelaparan Penganguran  di wisuda per kwartal Lapangan kerja seukuran tenis meja Di gedung mewah,  senator menjual kemiskinan Menyoraki keadilan menjerat diri Orang jujur dikubur di keramaian  Kereta negeri  lapuk didera hujan dan bola.api Warisan leluhur dibuat merek lain Satu

Puisi Religi

Gambar
AKU DALAM CAKAR-MU Muklis Puna Aku dalam  Cakar-Mu Muklis Puna Kata sufi...  Jarak kita hanya  dua jari Kau berada di antara urat leher Kau turun  di tikungan malam  Kata sufi...  Kau ada pada  setiap  hembusan napas Kau goreskan  tanggal  kematian di kandil-kandil aras Pada tulang -tulang daun di pohon maut, Kau sematkan takdir kehidupan Kata sufi...   Aku dalam cakar -Mu Jejak kaki mengikuti  tatapan-Mu Bagai pasir di tengah deburan ombak, mengambang dalam nasib Aku pasir dan Engkaulah lautnya Kata sufi...  Aku dalam genggaman-Mu Garis hidup tlah kubaca, Ketika berenang di kolam sulbi,  Di sana...  Kulihat bayang berlarian  menghidar tirai sang surya Helai -helai daun maut gugur dihembus angin penunggang nyawa Kata sufi...  Aku sedang menata  mimpi Melompat riang di ruang hampa dan nisbi Setiap jeda, ajal bertamu di wajahku Kadang senyum menyungging kematian Dalam dekapan nafsu mengusir perintah langit Ketika tangan penuh sayap menghela napas,  Aku terperanjat dari tidur panjang,  Ja