Renungan

 Dunia dalam Nuansa Rasa
 Muklis Puna


Sudah lama sekali kau mengekor matahari

Tiang- tiang penyangga lapuk  dikunyah waktu

Sekian tanda,  kau akan berakhir  mulai tersibak

Goncangan demi goncangan adalah bukti Kau semakin tua


Banjir- banjir  melintang pukang, 

Menggulung  segala congkak dan keangkuhan

Badai badai menyapu  kesombongan

Apakah Kau ingin berbenah? 


Di mana mana lautan berkumur- kumur

Lalu meludah  kotoran hitam 

Melumat segala keserakahan 

Membesihkan bumi  dari gelimangan dosa

Yang berlumut,   menempel di pohon besi dan keramain noda 

Apakah kau benar ingin berbenah? 


Kulihat tanda  tertulis pada angin  berputar tak searah

Kulihat hujan semakin cepat menjahit bumi

Kulihat  sungai meluap dengan semangat,  mencuci tanah - tanah dari darah tak berdosa

Kulihat wabah bagai gurita melilit mangsa 

Muncul seketika merampas nyawa dalam dua pekan


Bergerak bagai bola salju,  keliling meneroka dunia

Orang - orang sibuk mengusut penangkal

Keyakinan digadai dengan maya

Jarak jadi tujuan,  iman lepas di dada

Kematian di update di kotak- kotak

Bagai laporan pemilukada


Apakah Kau mulai  berbenah?  

Adalah tanda semakin tampak bergerak

Seruling  maut seakan berlari mendekat

Huru- hara datang dan pergi


Di sana... 

 Di balik lembaran suhuf

Catatan bersenandung cerita fakta

Tentang bumi yang sudan uzur

Tentang manusia mencari tuhan dalam rasa


Dunia dalam nuansa rasa

Bercertia  tentang  tanda penghabisan


Lhokseumawe, 10 April 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esai

Artikel

Esai