Artikel sastra

 

Pernak - pernik Bahasa dalam Puisi

 

Bahasa adalah representatif pikiran. Pernyataan  sederhana ini  semoga dapat menjadi motivasi bagi pembaca dalam berkarya khususnya  puisi. Tarigan ( 2001) Ada empat aspek yang ada dalam bahasa yaitu aspek menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Menyimak dan membaca sering dianggap sebagai keterampilan konsumtif, sedangkan aspek menulis dan berbicara merupakan aspek produktif.   Seberapa banyak kita mengonsumsi  bacaan akan berdampak pada produktivitas tulisan. Daniel J Parera (1998) Bacalah sebanyak- banyaknya, karena suatu saat   apa yang dibaca akan meronta minta keluar dalam bentuk tulisan.

Bagaimanakah korelasi uraian dan kutipan di atas dengan bahasa puisi yang  sering digunakan penyair?  Dalam ilmu sastra,  bahasa merupakan medium utama dalam menyampaikan perasaan, baik berupa pengalaman ataupun perenungan yang dilakukan penyair. Renungan itu terkadang bersifat religius, pribadi atau berhubungan dengan manusia sebagai ciptaan tuhan. Secara umum bahasa puisi dipenuhi  oleh gaya bahasa dan ungkapan. Mungkin hal inilah yang membedakan dengan bahasa  dalam karya tulis lainnya. Dilihat dari bahasa yang digunakan, tampak bahwa karya sastra mengabdi pada batin, sedangkan karya tulis ilmiah mengabdi pada otak. Akan tetapi, walaupun  mengutamakan bathin sebagai sumber insipirasi, karya sastra sering  dikaji secara ilmiah demi pengembangan ilmu sastra  itu sendiri.

Bahasa puisi  menggunakan ungkapan  idiomatik dan gaya bahasa.  Menurut hemat penulis, bahasa puisi itu  pekat dan gelap. Untuk lebih mudah menyajikan maksud "gelap dan pekat” dapat dianalogi seperti kopi dan susu. Secara umum warna dasar kopi adalah gelap, sementara susu punya warna dasar putih. Jika kedua objek ini dicampurkan dalam satu wadah dengan mediasi air sebagai penghantar larutan, maka  akan terbentuklah  warna pekat dan bersifat ketat. Kalau ditanyakan  mana kopi  dan  susu?  Begitulah analogi yang  dapat membantu pembaca dalam memahami bahasa puisi. Jika   dilihat dari bahasa yang digunakan penyair dalam  penulisan puisi terdapat tiga  jenis puisi yaitu puisi dengan bahasa transparan, puisi dengan bahasa gelap, dan puisi dengan bahasa sangat gelap. Ragam  ini digunakan penyair sangat bergantung pada kepribadian penyair dalam mengungkapkan perasaannya dalam wujud puisi. Ada penyair dengan gamblang mengumbar perasaannya terhadap objek yang dilukiskan dengan bahasa transparan, ada yang agak  gelap tapi  remang remang, dan yang luar biasa membutuhkan kajian yang yang sistematis dengan melibatkan kajian ilmu lain. Selain maksud yang sudah dikupas di atas, penyair juga memanfaatkan bahasa dengan nilai  estetika, baik  melalui rima dan irama  yang dimunculkan.

 

Panjang  dan Pendek Bahasa  Puisi

Mengacu pada isi dan bentuk puisi dilihat dari bahasa yang digunakan penyair. Ada puisi  dengan bahasa pendek, sebalikmya ada juga puisi yang ditulis dengan bahasa yang sangat panjang. Sebagian beranggapan  bahwa puisi tidak perlu panjang, yang penting isi dari puisi itu mudah dipahami, “ Buat apa panjang tapi bertele-tele” anggapan tersebut tidak ada salahnya. Terkadang penyair pemula lebih banyak mengulang ide yang sudah diungkapakan di awal dari puisi yang ditulisnya. Akan tetapi, menggunakan repetisi dalam puisi  boleh-boleh saja. Misalnya, sering dijumpai penyair mengulang  larik yang sama pada setiap awal bait. Akan tetapi puisi itu tidak hanya untuk diresapi secara individual. Puisi seperti ini umumnya bahasanya padat dan bentuknya agak pendek.

Selain untuk diresapi oleh pembaca, puisi juga ditulis untuk dibaca dan bermanfaat secara kolektif. Ketika puisi dibacakan, seorang pembaca puisi membutuhkan inteprestasi, penghayatan, vokal, artikulasi dan totalitas.  Setiap perlombaan yang diadakan di berbagai jenjang dalam dunia pendidikan, umumnya puisi yang diperlombakan adalah puisi-puisi penyair ternama ( WS Rendra dengan puisi Gugur,  Mustafo Bisri  dengan puisi Ibu) dan masih banyak lagi puisi yang diperlombakan umumnya  bentuknya panjang. Dalam penilaain pembacaan puisi  menggunakan aspek  yang  begitu kompleks, sehingga seni membaca puisi dapat berlangsung dengan baik. Bukankah membaca puisi dengan baik juga merupakan bagian dari apresiasi terhadap karya sastra? Ini  hanya dapat dilakukan terhadap puisi yng berbentuk panjang.

Selanjutnya, bagaimana dengan puisi pendek? Puisi pendek lebih membutuhkan  daya resap yang tinggi. Karena penyair sudah memadatkan   persaaannya melalui diksi yang  mewakili semua perasaannya. Proses pemilihan diksi yang dilakukan penyair dengan puisi pendek membutuhkan perenungan yang luar biasa. Setiap diksi dan gaya bahasa yang dipilh tidak serta merta, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Idealnya, bagaimana seorang penyair mengompres idenya yang  panjang dalam bentuk puisi pendek.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esai

Esai